JAKARTAVIEW.ID, – Polusi udara tidak hanya menimbulkan masalah bagi kesehatan paru-paru. Sejauh ini semakin banyak studi mengungkapkan bahwa paparan polusi udara berkontribusi pada masalah perilaku dan perkembangan kognitif anak di usia dini dan bisa berdampak negatif dalam jangka panjang bagi kehidupan generasi penerus bangsa ini.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam lamannya menyatakan, polusi udara memiliki dampak luas dan mengerikan pada kesehatan dan kelangsungan hidup anak. Secara global, 93 persen dari semua anak di dunia tinggal di lingkungan dengan tingkat polusi udara di atas pedoman WHO.
Lebih dari satu dari setiap empat kematian anak berusia di bawah lima tahun atau balita secara langsung ataupun secara tidak langsung terkait dengan risiko lingkungan. Polusi udara ambien atau polusi udara rumah tangga berkontribusi terhadap infeksi saluran pernapasan yang mengakibatkan ratusan ribu anak balita meninggal setiap tahun.
Menurut Prof Frederica Perera, Direktur Pusat Kesehatan Lingkungan Anak Universitas Columbia, dalam artikelnya di laman Universitas Columbia, 15 Juni 2022, sekitar satu miliar anak terpapar polusi udara dengan tingkat amat tinggi. Polusi udara sangat terkait peningkatan risiko kematian bayi, asma dan penyakit pernapasan lain, gangguan perkembangan, penurunan kognisi, serta masalah kesehatan mental.
BACA JUGA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga
Studi baru tim peneliti di University of Washington memperkuat bukti paparan polusi udara pada masa kehamilan dan setelah persalinan berdampak negatif pada kesehatan anak. Studi yang dipublikasikan di Environmental Health Perspectives ini menemukan anak-anak dengan ibu terpapar nitrogen dioksida, khususnya trimester pertama dan kedua, lebih cenderung mengalami masalah perilaku.
Adapun paparan lebih tinggi partikel kecil polusi udara (particulate matter/PM 2,5) di usia 2-4 tahun terkait gangguan fungsi perilaku dan kemampuan kognitif anak. PM 2,5 merupakan polutan udara berukuran sekitar 2,5 mikron atau mikrometer.
”Meski di kota-kota seperti Seattle dan San Francisco dengan lalu lintas padat dan level polusi relatif rendah, kami menemukan anak-anak dengan paparan nitrogen dioksida saat masih dalam kandungan memiliki lebih banyak masalah perilaku,” kata Yu Ni, peneliti utama studi itu.
Studi itu melibatkan data yang dikumpulkan dari 1.967 ibu yang direkrut selama kehamilan dari enam kota. Awalnya, para partisipan ini menjadi bagian tiga studi terpisah yang kemudian digabungkan di bawah inisiatif NIH yang disebut ECHO.
Studi itu menggunakan model tingkat polusi udara di Amerika Serikat dari waktu ke waktu dan ruang yang dikembangkan di University of Washington. Dengan menggunakan informasi alamat partisipan, para peneliti dapat memperkirakan paparan setiap ibu dan anak selama masa kehamilan dan anak-anak usia dini.
Menurut Ni, sebagaimana dikutip Sciencedaily, Kamis (14/7/2022), paparan polusi nitrogen dioksida dan PM 2,5 pada masa awal kehidupan penting untuk dipahami. Sebab, ada mekanisme biologis yang diketahui dapat menghubungkan penghirupan beberapa polutan ini oleh ibu dengan efek plasenta dan perkembangan otak bayi.
Begitu anak lahir, beberapa tahun pertama menjadi masa kritis perkembangan otak karena jaringan saraf dan otak mencapai 90 persen dari ukuran orang dewasa di masa depan. Bagi anak kecil, polutan yang dihirup menyerang jauh ke organ paru dan memasuki sistem saraf pusat sehingga bisa memicu kerusakan di area yang relevan dengan fungsi perilaku dan kognitif.
Studi ini memperkuat bukti adanya kerentanan anak-anak terhadap paparan polusi udara, baik dalam kehidupan janin di mana perkembangan dan fungsi utama terjadi hingga masa kanak-kanak saat proses itu berlanjut. Gangguan pada kehidupan awal ini dapat memiliki dampak jangka panjang pada fungsi otak.
”Riset ini menggarisbawahi pentingnya polusi udara sebagai faktor risiko yang dapat dicegah agar perkembangan saraf anak sehat,” kata penulis senior, Dr Catherine Karr, profesor di Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran University of Washington.
Lebih lanjut, tim peneliti menemukan paparan polusi PM 2,5 secara umum terkait dengan masalah perilaku cenderung lebih dialami anak perempuan dibanding anak laki-laki dan paparan PM 2,5 pada trimester kedua kehamilan lebih kuat pengaruhnya pada anak laki-laki.
”Kami berharap bukti dari studi ini berkontribusi dalam pengambilan kebijakan di masa depan,” kata Ni. Amerika Serikat telah melangkah jauh melalui Aksi Udara Bersih (Clean Air Act). Namun, perbaikan level mutu udara secara nasional mesti terus dilakukan seiring bukti adanya kerentanan ibu hamil dan anak-anak.
Kesehatan mental
Sebelumnya studi menyebut polusi udara memiliki efek negatif pada kesehatan mental. Stres hidup, terutama di awal kehidupan, jadi kontributor utama masalah kesehatan mental. Studi ini menguji efek gabungan polusi udara dan stres kehidupan awal anak-anak usia sekolah. Hasilnya dipublikasikan di Journal of Child Psychology and Psychiatry tahun 2020.
”Paparan prenatal terhadap hidrokarbon aromatik polisiklik, neurotoksikan yang umum dalam polusi udara, memperbesar efek tekanan sosial dan ekonomi awal kehidupan pada kesehatan mental anak,” kata penulis pertama David Pagliaccio, PhD, asisten profesor neurobiologi klinis di psikiatri di Columbia Psychiatry.
”Pencemaran udara biasa terjadi, khususnya di perkotaan. Dengan adanya ketidakadilan sosial ekonomi dan lingkungan, anak-anak yang tumbuh di lingkungan padat dan kumuh lebih mungkin mengalami stres dan paparan bahan kimia neurotoksik,” kata penulis senior Amy Margolis, PhD, asisten profesor psikologi medis dalam psikiatri di Columbia Psychiatry.
Data berasal dari studi kohort kelahiran longitudinal Ibu dan Bayi CCCEH di Manhattan Utara dan Bronx. Hal itu mencakup banyak peserta yang mengidentifikasi diri sebagai Afrika Amerika atau Dominika. Para perempuan yang menjadi partisipan mengenakan ransel pemantau udara selama trimester ketiga kehamilan untuk mengukur paparan polutan udara dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Ketika anak-anak mereka berusia 5 tahun, ibu melaporkan stres dalam hidup, termasuk mutu lingkungan, kesulitan materi, kekerasan pasangan, stres yang dirasakan, dan kurangnya dukungan sosial. Para ibu melaporkan gejala kejiwaan anak mereka di usia 5, 7, 9 dan 11.
Efek gabungan polusi udara dan stres pada masa kehidupan awal terlihat di beberapa jenis masalah pikiran dan perhatian pada anak, termasuk perilaku obsesif. Sejumlah bukti tersebut menunjukkan perlunya langkah progresif untuk melindungi para ibu dan anak dari dampak negatif paparan polusi udara.
LAINNYA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga