JAKARTAVIEW.ID, – Sistem pendidikan kedokteran di Indonesia masih memiliki sejumlah kendala, terutama pendidikan dokter spesialis. Di tengah kekurangan jumlah dokter spesialis di Indonesia, calon dokter spesialis malah kerap menghadapi masalah perundungan atau bullying.
Banyak tantangan yang harus dihadapi oleh calon dokter spesialis, terutama saat menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Bahkan ada yang sampai keluar dan tak mau lagi menjadi residen karena tak tahan menjadi korban perundungan.
Seorang dokter yang tidak ingin disebutkan namanya ini curhat mendapatkan kekerasan verbal dan psikis saat menjalani program PPDS.
BACA JUGA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga
“Saya dokter umum dari Jawa, mantan residen, mantan mahasiswa PPDS, calon dokter spesialis, yang per tahun 2023 ini terpaksa mengundurkan diri dari PPDS karena saya mengalami kejadian bullying cukup parah dan terus menerus,” curhatnya langsung ke Menteri Kesehatan, seperti yang disiarkan di YouTube @Asclepio Masterclass, dikutip Jakartaviewid pada hari Minggu (20/4/2023)
Saat menjalani program residen, ia mengatakan permintaan senior wajib dituruti. Belum lagi, tidak jarang para residen disuruh menjemput senior jam dua pagi di airport atau bandara.
Karenanya, dokter tersebut memilih berhenti menjalani PPDS setelah dirinya juga disebut mengidap post traumatic stress disorder.
“Semua yang dikerjakan tidak mempertimbangkan jadwal tidur kita walaupun kita habis jaga lebih dari 24 jam, kita tetap harus nurut sama kakak kelas,” tambahnya.
Kemenkes mengaku mendapat banyak laporan tentang perundungan di kalangan calon dokter spesialis. Hanya saja tidak banyak di antara mereka yang berani melaporkan kasus tersebut.
“Mereka lebih banyak diam dan menerima perlakuan perundungan tersebut. Untuk itu kami mengusulkan adanya perlindungan dalam RUU Kesehatan,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan dr Mohammad Syahril dikutip dari laman Sehat Negeriku, pada hari Senin (1/5).
LAINNYA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga