JAKARTAVIEW.ID, – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, kembali mengungkapkan ancaman ketidakpastian ekonomi global pada 2023 ini.
Salah satu yang menurutnya mesti diwaspadai adalah adanya tanda-tanda deglobalisasi, dimana AS tengah mengusulkan UU inflation reduction act untuk menurunkan inflasi di negaranya.
Hal itu dipicu oleh ketegangan tak hanya karena perang Rusia-Ukraina namun juga memanasnya hubungan AS dan China.
UU Inflasition Reduction adalah undang-undang yang akan fokus menurunkan inflasi. Namun, menurut Sri Mulyani, konten regulasi itu jelas untuk melakukan deglobalisasi, meng-onshorekan atau mengembalikan semua investasi ke AS. Sehingga, arus modal bergerak tidak lagi terjadi semata karena insentif ekonomi tapi juga insentif dari sisi keamanan.
BACA JUGA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga
Sri Mulyani menyampaikan hal itu dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 pada Kamis (6/4) kemarin.
Ekonom UGM yang juga Rektor Universitas Trilogi, Jakarta, Mudrajad Kuncoro, mengatakan bahwa kebijakan moneter Amerika tersebut memang perlu diwaspadai oleh Indonesia. Namun, saat ini menurut dia belum ada gejolak yang berarti untuk mengancam kondisi moneter Indonesia.
Misalnya, sampai saat ini The Federal Reserve (The Fed) belum menunjukan sinyal untuk melakukan disruption atau menaikkan suku bunga secara signifikan untuk menarik Dolar kembali ke dalam negeri.
“Kalau kita lihat dari indikator yang ada, tampaknya belum ada disruption yang cukup signifikan yang membuat bergejolak,” kata Mudrajad Kuncoro saat dihubungi, Minggu (9/4).
Guru Besar dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM itu juga mengatakan bahwa sebaliknya, kondisi perekonomian Indonesia justru menunjukkan sinyal yang positif paling tidak pada setahun terakhir.
Misalnya nilai kurs Rupiah terhadap Dolar AS justru dalam sebulan terakhir menunjukkan tren yang terus menguat sampai di bawah Rp 15 ribu. Padahal tahun lalu Rupiah sempat terpuruk sampai di level Rp 16.640 terhadap Dolar, terendah dalam lima tahun terakhir.
“Artinya kurs itu menguat, belum ada tanda-tanda terjadi kepanikan,” kata dia.
Hal sama terjadi di pasar modal, selama tiga tahun terakhir menurut Mudrajad juga belum terjadi gejolak yang berarti. Memang pada 2021 IHSG pernah jatuh sampai di bawah 4.500, namun setelah itu IHSG terus menguat mencapai di atas 6.500.
“Dan itu belum pernah terjadi dalam sejarah republik ini, bahkan pernah mencapai titik tertingginya sekitar Rp 7.300,” ujarnya.
Karena itu, pernyataan Sri Mulyani menurut Mudrajad perlu ditanggapi dengan optimis namun tetap waspada. Sebab, bagaimanapun AS merupakan salah satu pasar ekspor non-migas terbesar di Indonesia di bawah China dan India.
Menurutnya, penting bagi Indonesia untuk melakukan diversifikasi produk ekspor dan pasar ekspor supaya tidak terlalu bergantung pada Amerika. Pemerintah juga harus memastikan inflasi tetap terkendali, menjaga pasokan pangan dan energi supaya tetap tersedia dengan harga yang dapat dijangkau masyarakat.
“Sikap Bu Sri Mulyani tadi itu perlu diikuti oleh kebijakan moneter yang selalu melihat perkembangan apa yang dilakukan oleh Federal Reserve, yang kedua menjaga stabilitas kurs, inflasi, lalu tadi ketahanan pangan dan ketahanan energi. Kalau itu dilakukan, aman kita,” kata Mudrajad Kuncoro.
LAINNYA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga