JAKARTAVIEW.ID, JAKARTA – Gunung Tambora yang terletak di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat atau NTB, tepat hari ini 206 tahun yang lalu pernah mengalami letusan hebat pada 10 April 1815.
Dari erupsi itu, gunung ini mengeluarkan volume 150 kilometer kubik dan deposit debu yang keluar hingga mencapai 1.300 km dari sumber letusan.

Gunung Tambora ini juga dikenal dengan gunung berapi tidur, hal tersebut dikarenakan sudah berabad-abad memunculkan tanda-tanda akan meletus hingga 1815. Thomas Stanford Raffles, yang ketika itu memerintah Hindia-Belanda mencatatkan dalam memoarnya, bahwa letusan Gunung Tambora sudah terdengar sejak tanggal 5 April dan ledakan itu terdengar dalam interval 15 menit sekali setiap harinya.
BACA JUGA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga
Erupsi terdahsayat terjadi pada sekitar pukul 07.00, pada tanggal 10 April, ketika gunung memuntahkan seluruh isinya. Gunung ini memuntahkan magma, abu yang memancar, dan batuan cair yang menembakkan ke segala arahnya. Letusan tersebut terjadi dalam kurun waktu 1 jam dan berselimut awan gelap disekitar gunung tersebut.
Untuk pengukuran skala besarnya kekuatan erupsi gunung berapi, Tambora menempati Volcanic Explosivity Index atau VEI 7 atau tertinggi kedua dari VEI 8. Lebih lanjut, ledakan itu membuat gunung ini yang semulanya memiliki ketinggian 4.300 mdpl menjadi berkurang jadi 2.772 mdpl.
Gillen D’Arcy Wood, seorang ilmuwan dan budayawan Amerika serikat dalam bukunya Tambora: The Eruption That Change The World, menuliskan banyak dampak yang diberikan oleh Gunung Tambora pada dunia.
Adapun dampak yang cukup signifikan adalah perubahan iklim dalam kurun waktu tiga tahun yang membuat dunia semakin dingin dan pola perubahan cuaca yang tidak menentu. Tidak hanya itu, dampak erupsi ini juga mengakibatkan gagal panen dan kelaparan di wilayah Asia, Amerika, hingga Eropa.

Dalam letusan ini memakan 71.000 korban jiwa , adapula yang mengatakan 91.000 korban jiwa. Korban jiwa yang tewas ketika gunung itu meletus sebanyak 10.000 jiwa dan sisanya tewas akibat kelaparan yang mengguncang dunia dan menderita penyakit.
Selain itu, ledakan ini juga menjadi penyebab kekalahan Napoleon Bonaparte dalam peperangan yang saat itu mewakili kekaisaran Prancis melawan lima koalisi kekaisaran sekaligus yang ada di Eropa. Pertempuran tersebut terjadi di Waterloo.

Kekalahan ini diakibatkan oleh cuaca ekstrem yang cukup parah pada saat itu. Mengutip dari Tulisan John Lewis dalam “The Weather of the Waterloo Campaign 16 to 18 June 1815: Did it Change The Course of History?” pasukan tertua yang ikut dalam pertempuran tersebut mengatakan tidak pernah terjadi keadaan seperti ini sebelumnya.
Efek dari cuaca ekstrem yang terjadi di Eropa dari efek akibat letusan Gunung Tambora ini mengakhiri kiprah sang ahli perang Eropa tersebut Napoleon Boneparte, hal ini dikarenakan pasukannya tertangkap dan terjebak.

Napolen akhirnya ditangkap oleh tentara Inggris dan diasingkan ke Saint Helena hingga akhir hayatnya pada tahun 1821.
LAINNYA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga