JAKARTAVIEW.ID, – Lima puluh tahun sejak kecelakaan pesawat jatuh di Pegunungan Andes, terkuak cerita tentang penumpang yang selamat. Pada 13 Oktober 1972, sebuah pesawat yang membawa tim rugby Uruguay, bersama dengan kerabat dan pendukungnya jatuh di Pegunungan Andes. Pesawat tujuan Chili itu jatuh dengan 45 orang di dalamnya.
Sebanyak 16 orang anggota tim yang masih berusia muda, berhasil bertahan hidup selama 72 hari. Saat itu suhu di bawah nol derajat dan dengan makanan yang sangat sedikit. Dua dari mereka berhasil menemukan bantuan setelah 10 hari perjalanan melintasi pegunungan di salju setinggi pinggang.
Peristiwa selamatnya para penumpang dinamakan “Miracle of the Andes.” Kisah ini menyebar ke seluruh dunia.
BACA JUGA:
- Pemerintah Siapkan Fasilitas Penunjang Check In Penerbangan di Stasiun Manggarai atau Bekasi
- Penyebab Suara Jadi Serak dan Kiat Untuk Mengurangi Risikonya
- WHO Waspadai Kemunculan Disease X, Penyakit Misterius Bisa Sebabkan Pandemi Lebih Mematikan
- New York di Amerika Serikat Jadi Cermin Kota Jakarta Setelah Ibu Kota Pindah
- Harga Wuling Air ev di Cina Turun, Termahal Hanya Rp 147 Juta
Para penyintas, yang beragama Katolik taat, mengakui bahwa mereka telah memakan bagian tubuh rekan mereka yang telah meninggal untuk tetap hidup. Dilansir dari France 24, wartawan AFP di Chili dan Uruguay meliput peristiwa dramatis tersebut, yang diceritakan dalam “Alive”, sebuah buku terlaris yang kemudian dibuat menjadi film.
Pada malam hari tanggal 13 Oktober 1973, sebuah pesawat militer carteran yang membawa tim rugby Kristen Lama dari kota Mendoza di Argentina ke ibu kota Cile, Santiago, menghilang dari radar di dekat kota Curico di Cile. Pesawat dari Chili, Argentina dan Uruguay mencari pesawat tetapi gagal menemukan badan pesawat yang tertutup salju putih. Setelah delapan hari, pencarian dihentikan.
Dua bulan kemudian, tepatnya pada 22 Desember 1972, dunia dihebohkan dengan berita bahwa ada orang yang selamat. Dua di antaranya Nando Parrado dan Roberto Canessa, berhasil keluar dari gunung dengan berjalan kaki untuk mencari pertolongan.

Mereka berhasil mengirimkan pesan melalui secaraik kertas. Pesan itu berbunyi, “Saya datang dari pesawat yang jatuh di pegunungan. Saya orang Uruguay. Kami telah berjalan selama 10 hari. Di dalam pesawat, ada 14 orang yang terluka. Kami harus segera keluar dari sini, dan kami tidak tahu bagaimana. Kami tidak punya makanan. Kami lemah. Kapan Anda akan datang dan menjemput kami? Tolong, kami bahkan tidak bisa berjalan. Di mana kami?”
Seorang penggembala yang menemukan kertas itu segera mencari bantuan hingga akhirnya para penumpang berhasil diselamatkan. Para penyintas itu menceritakan pesawat tersesat di pegunungan dan kemudian memotong punggung bukit sebelum meluncur menuruni gletser dan mendarat di bank salju. Kecelakaan menewaskan 13 orang, termasuk pilot dan co-pilot, dan melukai beberapa orang lainnya yang meninggal kemudian.
Mereka menggambarkan bagaimana bertahan hidup di ketinggian hampir 4.000 meter, tinggal di badan pesawat dan mengais-ngais di salju untuk mencari akar dan ramuan yang dijuluki rumput keledai setelah persediaan makanan mereka habis.
Mereka juga menceritakan kematian beberapa orang yang selamat dalam longsoran salju. “Kami menyaksikan keajaiban yang belum pernah dilihat dunia,” ujar Cesar Charlone, kuasa usaha Uruguay di Chili menyatakan.
Pada 24 Desember, desas-desus beredar bahwa orang-orang itu melakukan kanibalisme untuk menghindari kelaparan, yang dikonfirmasi dua hari kemudian oleh kepala operasi penyelamatan Chili. Surat kabar La Segunda Chili mengutip seorang penyintas yang tidak disebutkan namanya mengatakan, “Kami mengambil keputusan yang mengerikan. Untuk bertahan hidup kami harus mengatasi semua rintangan, baik agama atau biologis.”
Pada tanggal 29 Desember, para penyintas mengeluarkan pernyataan bersama di Montevideo yang menyatakan kanibalisme dimulai setelah makanan mereka habis. Para pria yang disebut sebagai pahlawan, diampuni dari kesalahan oleh Gereja Katolik di Uruguay dan Paus Yohanes Paulus II. Setelah itu mereka kembali ke kehidupan sehari-hari.
LAINNYA:
- Pemerintah Siapkan Fasilitas Penunjang Check In Penerbangan di Stasiun Manggarai atau Bekasi
- Penyebab Suara Jadi Serak dan Kiat Untuk Mengurangi Risikonya
- WHO Waspadai Kemunculan Disease X, Penyakit Misterius Bisa Sebabkan Pandemi Lebih Mematikan
- New York di Amerika Serikat Jadi Cermin Kota Jakarta Setelah Ibu Kota Pindah
- Harga Wuling Air ev di Cina Turun, Termahal Hanya Rp 147 Juta