JAKARTAVIEW.ID, JAKARTA – Belakangan ini heboh aksi Angota pasukan elite Raider 400 (Kodam IV Diponegoro) Prajurit Satu Lucky Y. Matuan alias Lukius yang telah melakukan aksi (desersi).
Dalam keterangannya kepada pers, Asisten Operasi Kogabwilhan III Brigjen Suswatyo menyatakan bahwa pihaknya sudah memastikan bahwa Lukius telah lari dari kesatuannya dan bergabung dengan gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Intan Jaya sejak dari beberapa hari yang lalu.
“Kalau ketemu ya ditindak tegas karena dia sudah masuk kelompok ekstremis,” ujar Suswatyo seperti dikutip dari laman Kompas (16/4).
BACA JUGA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga
Aksi desersi yang dilakukan Lukius menjadi kasus kesekian kalinya dalam sejarah militer yang terjadi di Indonesia. Terakhir, kala berlaga di palagan Aceh, TNI pun sempat kecolongan ketika diberitakan beberapa anggotanya membelot ke Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Salah satunya bernama Ahmad Kandang, yang kemudian menjadi salah satu panglima GAM legendaris.
Perlawanan Rakyat Sulawesi Utara
Saat meletusnya pembangkangan yang dilakukan oleh Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta), di palagan Minahasa (Sulawesi Utara) pada 1958-1961, hal yang sama juga pernah dilakukan sekelompok anggota TNI. Kisah itu bahkan tertulis dalam biografi Jenderal (Purn) L.B. Moerdani, Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan yang disusun oleh Julius Pour.

Ceritanya menjelang terjadi perlawanan di Sulawesi Utara, sekira satu peleton (60-70 prajurit) pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang merupakan putra Minahasa, dicutikan oleh kesatuannya. Itu dilakukan agar saat pulang kembali ke barak dan asrama, mereka bisa melaporkan situasi obyektif di wilayah yang tengah menghangat tersebut.
Namun belum habis masa cuti, pemberontakan Permesta keburu meletus. Terbawa oleh suasana di kampung halaman, mereka pada akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan pihak pemberontak dan mangkir untuk kembali ke Batujajar, basis RPKAD saat itu.
“…kami terpaksa bertempur di pihak pemberontak, karena memang terjebak oleh keadaan,” ungkap Kopral Dua Nicholas Sulu, salah satu dari prajurit RPKAD itu.
Menurut Benny, para eks RPKAD itu terbukti memainkan peran penting dalam tubuh ADREV (Angkatan Darat Revolusiener). Rata-rata mereka menjadi instruktur militer yang mumpuni bagi para gerilyawan muda Permesta.
Bahkan kala menjalankan praktek, para pelatih eks RPKAD itu tak segan langsung memberi contoh dengan melakukan penyerangan solo terhadap iring-ringan konvoi TNI.

Dalam penerapan pelajaran ini, sang pelatih tak jarang berhasil mendapatkan senjata rampasan dan sejumlah alat-alat militer berharga.
Dilansir dari Historia.id, Menurut Jopie Lasut, eks gerilyawan Permesta, salah satu hasil didikan eks RPKAD itu adalah para gerilyawan Permesta yang berbasis di wilayah Kakaskasen.
Di sana hampir tiap waktu, para gerilyawan melakukan penghadangan terhadap konvoi TNI yang hilir mudik dari Manado ke Tomohon, Kawangkoan, Langoan, Amurang dan Bolaang Mangondow. Dari penghadangan itulah, mereka berhasil merampas banyak senjata dan peluru TNI.
“Ternyata dua komandan kompi mereka adalah mantan bintara RPKAD yang cuti itu,” ungkap Jopie Lasut dalam otobiografi-nya, Kesaksian Seorang Gerilyawan Permesta—RPI.

Di wilayah itu pula mereka pernah menghabisi satu peleton pasukan dari Kodam Brawijaya. Cara mereka menghadang pun terbilang sangat berani: bersembunyi di balik rerumputan atau bertiarap di tengah sawah yang jaraknya dari jalan besar hanya sekira 10—15 meter.
“Kalau mereka dikejar, mereka tidak lari ke kampung lain, tapi hanya berputar ke ujung kampung dan kembali melakukan penghadangan di sana…” ujar Jopie.
Tak jarang untuk menghadapi mereka, TNI harus menurunkan pasukan RPKAD. Justru hal itu menjadikan “kejengahan” tersendiri bagi pasukan yang ditugasi tersebut. Hal itu diakui sendiri oleh Benny Moerdani.
“Pengalaman harus melawan para bekas anak buahnya sendiri ini yang sering membikin Benny tidak begitu enak perasaannya selama berlangsungnya pertempuran di wilayah Sulawesi Utara,” ungkap Julius Pour.

Tentu saja di militer Permesta, para eks RPKAD tersebut mendapat kenaikan pangkat dan jabatan. Seperti halnya Kopral Dua Nicholas Sulu, dia diangkat menjadi Letnan Dua dan diserahi tanggungjawab memimpin sebuah peleton ADREV.
Selain eks RPKAD, di tubuh Angkatan Perang Revolusiener (APREV) terdapat pula sejumlah kelana yudha yang berasal dari KKo-AL, Pasukan Gerak Tjepat Angkatan Udara (PGT AU) dan sejumlah pilot pesawat tempur eks AU seperti Muharto dan Hadi Sapandi.
Dari eks KKo AL tersebutlah seorang bintara bernama Jolly Manopo. Dia terkenal karena pernah melatih satu kompi gerilyawan Permesta di Langowan. Pasukan inilah yang kemudian termasyhur karena keberanian dan kecerdikannya hingga pernah suatu hari berhasil menghabisi satu peleton TNI.

Lahirnya Permesta
piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Salah satu isinya mengenai konsep otonomi daerah. Permesta menginginkan pembangunan dilakukan secara adil pada setiap provinsi.
Hasil sumber daya daerah digunakan untuk pembangunan daerah sebanyak 70 persen dan 30 persen untuk pemerintah pusat.
Ide dasar Permesta sebenarnya dimulai sejak bulan Januari 1957. Salah satu yang memiliki andil besar adalah anggota dari barisan Partai Kedaulatan Rakyat (PKR). Para kader partai ini membangun komunikasi antara orang per orang, para tokoh dari kalangan sipil higga militer.

Pada Februari 1957, Gubernur Andi Pangerang melakukan kunjungan ke Jakarta dan menyampaikan ide-ide masyarakat akan adanya otonomi.
Bahkan telah memohon pada pemerintah pusat di Jakarta sebanyak Rp400 juta untuk melaksanakan rencana pembangunan daerah.
Di saat itu pula, anggota PKR telah bersidang dan mendukung penuh upaya gubernur. Sementara itu, kalangan militer pun ikut menentukan sikap dan mengirim Ventje Sumual, didampingi M.
Jusuf serta Arnold Baramuli (jaksa tinggi provinsi dan militer) ke Jakarta untuk mendukung gubernur. Namun, ironisnya tak ada yang berhasil meyakinkan pemerintah akan ide otonomi ini.
Keinginan melaksanakan ide otonomi daerah tersebut, dinilai sangat mendesak. Kemakmuran dan keadilan pembangunan manusia di Indonesia timur menjadi prioritas. “Sentralistik, atau menjadikan Jakarta sebagai pusat dalam mengatur daerah, dinilai tidak cukup baik dan sulit menjangkau semua lapisan masyarakat terutama di Indonesia Timur yang timpang dengan pusat, padahal didukung dengan sumber alam yang melimpah.
LAINNYA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga