JAKARTAVIEW.ID, – Perhatian penumpang teralihkan ketika sebuah lokomotif biru melaju perlahan memasuki Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu (17/8/2022) siang. Kedatangan lokomotif yang menggandeng dua kereta dari Stasiun Jakarta Kota itu bertujuan mengajak warga membayangkan sarana transportasi publik berbasis rel di masa lalu atau pada masa 1925.
Lokomotif biru itu adalah lokomotif Bon-Bon. Adapun kereta yang digandeng lokomotif tersebut merupakan kereta Djoko Kendil. Beroperasinya dua kereta ini merupakan bagian dari kegiatan bertajuk ”Kereta Bersejarah Menyapa” yang diselenggarakan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia.
”Saya sendiri penikmat kereta api. Setelah melihat lokomotif ini, suatu pengalaman yang berharga karena ini lokomotifnya legendaris, kan. Dari zaman penjajahan Belanda,” kata Raditya (14), salah satu pengguna kereta rel listrik, saat ditemui di Stasiun Tanjung Priok, Rabu siang.

BACA JUGA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga

Lokomotif Bon-Bon atau Lokomotif ESS3201 merupakan lokomotif listrik pertama yang beroperasi di Batavia/Jakarta. Lokomotif ini merupakan tonggak awal elektrifikasi jaringan jalan berbasis rel di Indonesia. Lokomotif itu diberi nama Bon-Bon karena suara klaksonnya dahulu kala berbunyi ”bon-bon”.
Menurut Direktur Pengelolaan Sarana KAI Eko Purwanto, persiapan elektrifikasi kereta di Indonesia dimulai pada 1923. Operasional lokomotif tersebut dimulai pertama kali pada 6 April 1925 dengan rute perjalanan dari Stasiun Tanjung Priok sampai Meester Cornelis (Stasiun Jatinegara).
”Lokomotif Bon-Bon ini merupakan lokomotif listrik pertama di Indonesia dan yang paling canggih waktu itu di Asia. Kecepatannya saat itu bisa sampai 90 kilometer per jam,” kata Eko.
Kartum Setiawan dalam bukunya yang berjudul Kereta Api di Jakarta dari Zaman Belanda hingga Reformasi menyebut, pada 6 April 1925, Staats Spoorwegen (SS) atau perusahaan kereta api milik negara secara resmi meluncurkan kereta api listrik perdana dengan rute Tanjung Priok-Meester Cornelis. Berdasarkan data dari surat kabar Bintang Hindia, digambarkan suasana peresmian tersebut berlangsung meriah.
Apalagi, di saat itu, penumpang bisa menjajal kereta api listrik secara gratis. Di tahun-tahun selanjutnya, SS kemudian membangun jalur-jalur KRL lainnya yang tidak berjauhan dengan Batavia.
Menurut Kartum, Pemerintah Belanda telah berencana membangun sistem kereta api listrik sejak 1911. Pembangunan KRL di Batavia saat itu bertujuan untuk menghemat energi dan meminimalisasi polusi karena kereta biasa mengeluarkan kepulan asap hitam.
Rencana itu kemudian mulai direalisasikan pada 1917. Saat itu, pemerintahan Hindia Belanda meminta Roelofsen meneliti sumber air yang dapat digunakan sebagai pembangkit listrik agar dapat dialirkan ke KRL. Proyek itu terus berlanjut dan pada 1919 mulai dibangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di Cicacih (PLTA Ubrug ) dan Ciantan (PLTA Kracak).
Listrik yang dibangkitkan oleh PLTA kemudian disalurkan menggunakan transmisi tegangan tinggi ke gardu induk yang dibangun di Buitenzorg (Bogor), Depok, Meester Cornelis, dan Ancol. Gardu induk tersebut mampu mengubah tegangan dari 6.000 volt AC (bolak-balik) menjadi 1.500 volt DC untuk disalurkan ke jaringan listrik kereta api.
Bakal sering dimunculkan

Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo, pada Rabu siang, di Stasiun Tanjung Priok, mengatakan, perjalanan lokomotif Bon-Bon dan Kereta Djoko Kendil bertujuan untuk menunjukkan bahwa PT Kereta Api terus menjaga dan mewariskan sarana kereta api yang pernah ada di Indonesia. Warisan sarana kereta api yang memiliki nilai sejarah tinggi itu juga terus dirawat secara berkala.
“Kami ke depan, akan menjalankan kereta-kereta bersejarah ini di hari-hari yang bersejarah. Ada kaitan perjalanan kereta api dengan perjalanan republik ini,” kata Didiek.
Keterkaitan antara perjalanan kereta api dengan perjalanan Republik Indonesia dimulai pada 1945, tepatnya 28 September. Saat itu, sejumlah pemuda Indonesia merebut kereta api dari penjajah Jepang. Perebutan oleh kaum nasionalis itu kemudian diperingati sebagai hari lahir kereta api di Indonesia.
Kartum masih dari bukunya yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas, menyebut, pengambilalihan jaringan kereta api di Indonesia saat itu tidak serta merta membuat transportasi tersebut kembali seperti semula. Hal ini karena saat perang kemerdekaan, jalur-jalur kereta api rusak parah terutama pada KRL.
Bahkan, di 1960-an, banyak kereta yang rusak dan mati di bagian motor listrik penggeraknya. Kemudian pada 1964, gardu listrik di Ancol dan Jatinegara yang merupakan pembangkit untuk KRL diberhentikan karena sudah rusak dan tidak ada dana perbaikan. Saat itu, Perusahaan Nasional Kereta Api hanya menjalankan kereta api warisan dari zaman kolonial Belanda yang berjumlah 13 lokomotif listrik dan 22 kereta bermotor listrik.
Di masa kini, setelah 77 tahun Indonesia merdeka, ular besi terus bertransformasi menjadi lebih baik. Di Jabodetabek saja, KAI Commuter saat ini mengoperasikan 1.081 perjalanan KRL dengan 95 loop.
Kompas
LAINNYA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga