JAKARTAVIEW.ID, JAKARTA – Buat kamu-kamu yang menyukai wisata sejarah pastinya akan penasaran dengan keberadaan bangunan-bangunan lama yang masih berdiri di antara himpitan berbagai bangunan baru yang lebih modern pada kanan kirinya.
Salah satu gedung tua berarsitektur kolonial modern yang masih dapat kita jumpai di kota Jakarta adalah sebuah bangunan tua yang berada di ujung pertemuan Jalan Hayam Wuruk dan Jalan Ir H Juanda, Jakarta Pusat.

Jika kamu pernah menaiki bus Transjakarta dengan keberangkatan dari Halte Harmoni, Jalan Gajah Mada, Jakarta Pusat, maka di ujung jalan sebelah kiri yang akan mengarah ke selatan atau Monas, terdapat bangunan tua dalam kondisi memprihatinkan terbengkalai dengan warna gedung yang tampak angker dan lusuh.
BACA JUGA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga
Meskipun memiliki nilai sejarah dari kota Jakarta yang bisa dibilang tinggi namun sayangnya bangunan ini tampak tidak terawat atau terurus dengan baik.

Hanya ada plang di tengah-tengah depan bangunan yang bertuliskan “Restoran Istana Harmoni” meskipun sebenarnya tidak ada aktivitas apapun di gedung tersebut.
Gedung yang dimaksud dulunya merupakan sebuah bangunan hotel pada jaman Hindia Belanda yang namanya cukup prestisius yaitu Hotel des Galeries.

Tepat di depannya terdapat Molenvliet yaitu sebuah kanal sungai yang dibangun di zaman Hindia Belanda guna mengalirkan luapan air di sekitar daerah tersebut untuk dialirkan ke laut utara Batavia.
Aliran sungai ini juga dulunya dipakai sebagai jalur transportasi air untuk membawa mayat yang diangkut dengan perahu jenazah sebelum dimakamkan di Kebon Jahe Kober, Tanah Abang (sekarang Museum Taman Prasasti).

Menariknya, keberadaan Hotel des Galeries tidak lepas dari sebuah cerita dahulu kala dimana ada seorang Arab yang waktu itu ditolak menginap di hotel terbaik di Jakarta sebelum berdiri Hotel des Galeries yaitu Hotel des Indes (sekarang menjadi Pertokoan Duta Merlin).
Pada zaman Hindia Belanda terdapat peraturan yang ketat dimana hanya orang-orang Eropa saja yang boleh menginap di hotel mewah itu sehingga jangan berharap bagi orang non Eropa untuk dapat menginap di sana.
Nah, karena si orang Arab tadi marah dan merasa tersinggung tidak boleh menginap di Hotel des Indes, ia pun bertekad kuat untuk suatu saat membangun hotel sendiri yang tak kalah hebatnya dengan des Indes.
Rencana itu pun pada akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya sebuah hotel baru bernama Hotel des Galeries.
Lokasinya tak jauh dari Hotel des Indes karena hanya perlu menyeberang jalan saja.
Desain dan arsitektur hotelnya sendiri boleh dikatakan tak kalah cantik dengan kemewahan Hotel des Indes yang sudah lebih dulu ada sebelumnya.

Eksistensi Hotel des Galeries membuat seorang penulis sejarah dari Cornell University, Natalie Mobini Kesheh pernah melakukan penelitian guna mempelajari akan keberadaan dari Hotel des Galeries yang kemudian dituangkan dalam sebuah buku yang terbit pada tahun 1999.
Ia menyebutkan bahwa bangunan hotel yang berada di pojokan Jalan Hayam Wuruk, Harmoni, Jakarta Pusat sebelum belokan arah Jalan Juanda itu adalah sebuah hotel yang dirintis dan dikelola oleh seorang Arab kaya raya yang bernama Shaykh Salih bin Ubayd bin Abdat.
Hotel des Galeries yang disebutkan oleh Natalie tersebut dibangun pada tahun 1930 oleh arsitek EGH Cuypers, seorang perancang bangunan ternama dari Batavia pada saat itu.
Dalam perjalanan waktu, hotel tersebut pernah berubah nama menjadi Hotel Gayatri yang masih dimiliki oleh orang Arab, namun pada tahun 1991 jatuh ke tangan sebuah bank swasta (Bank Arta Prima) lalu sejak tahun 2013 sampai sekarang berpindah tangan kembali ke perseorangan.
Saat ini kondisi eks bangunan Hotel des Galeries itu sudah sangat memprihatinkan meskipun memiliki nilai sejarah yang tinggi.
Banyak dari bagian-bagian bangunan gedung yang rapuh dan lapuk tertelan jaman. Dengan kondisi yang serba tidak terawat dengan baik dikhawatirkan suatu saat gedung yang penuh sejarah ini akan runtuh dan lenyap dengan sendirinya.
Kebesaran dan kemegahannya akan sirna dan hanya menyisakan sebuah cerita bagi orang-orang yang melewati jalur padat kendaraan di sepanjang sisi Molenvliet, yang sekarang bernama jalan Gaja Mada, Jakarta Pusat.
LAINNYA:
- Stasiun KRL Terintegrasi Dengan LRT Jabodebek, Jumlah Penumpang Ikut Melonjak
- Tol Ruas Pondok Aren – Serpong Kilometer 10 Resmi Beroperasi
- Mulai Tanggal 1 Oktober, Tarif Promo LRT Jabodebek Jarak Maksimal Rp 20.000
- Gara-Gara Tidak Pakai Ciput Belasan Rambut Siswi SMP di Lamongan Dicukur Pitak Guru
- Mengintip JPM Dukuh Atas yang Menghubungkan LRT Jabodebek dan KRL ada Tempat Kuliner nya Juga